Fintech World Post
SEE OTHER BRANDS

The latest news on finance and banking

Inflasi AS Bangkit Lagi di Juni karena Tarif Impor, CPI Tembus 2,7%

Panah naik melintas di atas latar bendera AS, melewati ikon koin, pabrik, dan bank sentral, menggambarkan dampak tarif terhadap inflasi AS, dengan CPI naik menjadi 2,7% pada Juni 2025 saat The Fed tetap mempertahankan kebijakan moneternya. – EBC

EBC Financial Group soroti inflasi AS yang kembali naik ke 2,7% di Juni 2025 akibat tarif baru, The Fed tetap pada kebijakannya.

EBC Financial Group menilai pasar akan semakin sensitif memasuki kuartal ketiga tahun ini.

DC, UNITED STATES, July 21, 2025 /EINPresswire.com/ -- Laju inflasi Amerika Serikat kembali menunjukkan tren kenaikan. Indeks Harga Konsumen (CPI) per Juni 2025 tercatat naik 2,7% secara tahunan, tertinggi sejak Februari. Angka ini menandai berbaliknya arah inflasi setelah beberapa bulan melandai, dan menjadi sinyal bahwa tekanan harga akibat kebijakan tarif impor mulai merembes ke seluruh sektor.

Secara bulanan, CPI naik 0,3%, sesuai dengan ekspektasi ekonom. Sementara itu, inflasi inti, yang mengecualikan harga makanan dan energi, mencatat kenaikan tahunan 2,9%. Angka ini sedikit di bawah prediksi, namun masih menggambarkan lingkungan harga yang merambat perlahan.

Dampak Awal Tarif Impor Bikin Pasar Gelisah

Inflasi memang sempat melandai di awal tahun, namun laporan bulan Juni memberi indikasi awal bahwa kebijakan dagang AS mulai berdampak langsung. Serangkaian tarif baru atas impor dari lebih dari 20 negara dijadwalkan berlaku penuh mulai Agustus. Para analis memperingatkan bahwa efek kenaikan biaya ini mulai terasa dan bisa makin besar ke depan.

“Gelombangnya mulai datang. Ini tanda-tanda pertama bahwa tarif memang mulai berdampak ke inflasi,” kata David Barrett, CEO EBC Financial Group (UK) Ltd. “Meski angkanya masih bisa dikendalikan, para pelaku pasar harus bersiap untuk apa yang akan terjadi selanjutnya, baik dari sisi data ekonomi, kebijakan The Fed, maupun arus modal global.”

Sejumlah ekonom memperkirakan sekitar sepertiga dari lonjakan CPI bulan Juni terkait langsung dengan tarif. Dampaknya diperkirakan akan makin besar dalam beberapa bulan ke depan seiring perusahaan kehabisan stok lama dan menyesuaikan harga jual mereka.

The Fed Diprediksi Tahan Suku Bunga

Meski inflasi utama naik, indikator inti masih cukup terkendali. Saat ini, pasar memperkirakan 97% kemungkinan bahwa The Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25–4,50% saat rapat pada 29–30 Juli mendatang.

“Inflasi memang naik, tapi belum liar,” ujar Barrett. “The Fed tidak punya alasan untuk terburu-buru. Kami perkirakan mereka akan bertahan dulu di Juli. Tapi jika data CPI dan upah memanas lagi di Agustus, seperti yang dikhawatirkan, gesekan antara The Fed dan pemerintah AS bisa makin memanas.”

Meski angka CPI sering jadi sorotan, The Fed sejatinya lebih mengandalkan indeks inflasi favorit mereka: Core Personal Consumption Expenditures (PCE). Data PCE Juni yang dijadwalkan rilis akhir bulan ini, diperkirakan akan menjadi kompas utama bagi arah kebijakan selanjutnya.

Sentimen Investor Terbelah

Respons pasar terhadap laporan inflasi cukup beragam. Imbal hasil obligasi pemerintah AS naik tipis, dolar menguat terhadap mata uang utama lainnya, sementara pasar saham cenderung berhati-hati menunggu kejelasan arah suku bunga.

“Ini bukan momen panic sell, tapi juga belum saatnya agresif ambil risiko,” kata Barrett. “Dalam kondisi seperti ini, strategi makro akan sangat menentukan pasangan mata uang, produk berbasis suku bunga, dan sektor-sektor yang sensitif terhadap inflasi akan mengalami pergerakan dua arah selama musim panas.”

Ia menambahkan, “percepatan inflasi yang dipicu oleh tarif turut menambah volatilitas di pasar emas dan valuta asing. Para trader diingatkan untuk bersiap menghadapi harga yang bergerak liar dan lebih selektif dalam menempatkan posisi menghadapi pemicu makro yang bisa datang sewaktu-waktu.”

Proyeksi Q3: Volatilitas Inflasi Akan Menentukan Arah Pasar

Dengan efek tarif yang belum sepenuhnya terlihat dan permintaan konsumen yang mulai rapuh, sentimen pasar diperkirakan akan semakin reaktif ke depan.

“Kuartal ketiga tidak akan ditentukan semata oleh data mentah, tapi juga oleh bagaimana data itu ditafsirkan,” pungkas Barrett. “Mereka yang tetap fokus, fleksibel, dan berpikiran jauh ke depan akan menemukan peluang di tengah keraguan pasar.”

Disclaimer: Informasi ini merupakan pandangan dari EBC Financial Group dan seluruh entitas globalnya. Bukan merupakan nasihat keuangan atau investasi. Perdagangan CFD mengandung risiko kerugian finansial tinggi akibat penggunaan leverage dan tidak cocok untuk semua investor. Pastikan Anda memahami sepenuhnya tujuan investasi, tingkat pengalaman, dan toleransi risiko Anda sebelum mengambil keputusan. EBC tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari penggunaan informasi ini.

###

Tentang EBC Financial Group

Didirikan di London, EBC Financial Group (EBC) merupakan merek global yang dikenal luas berkat keahliannya dalam bidang pialang keuangan dan manajemen aset. Melalui entitas yang telah teregulasi di berbagai yurisdiksi keuangan utama, termasuk Inggris, Australia, Kepulauan Cayman, Mauritius, dan lainnya—EBC memberikan akses bagi investor ritel, profesional, hingga institusi untuk menjangkau pasar global dan peluang perdagangan di berbagai instrumen seperti mata uang, komoditas, CFD, dan lainnya.

Dipercaya oleh investor di lebih dari 100 negara, EBC telah mengantongi sejumlah penghargaan internasional, termasuk pengakuan bertahun-tahun dari World Finance. EBC juga kerap disebut sebagai salah satu broker terbaik dunia, dengan gelar seperti Best Trading Platform dan Most Trusted Broker. Reputasi regulasinya yang kuat serta komitmen terhadap transparansi menjadikan EBC sebagai broker yang diandalkan untuk menghadirkan solusi perdagangan yang aman, inovatif, dan berorientasi pada klien, di tengah persaingan pasar global yang ketat.

Seluruh anak usaha EBC beroperasi di bawah pengawasan ketat regulator masing-masing. EBC Financial Group (UK) Limited diawasi oleh Financial Conduct Authority (FCA) Inggris; EBC Financial Group (Cayman) Limited berada di bawah pengawasan Cayman Islands Monetary Authority (CIMA); EBC Financial Group (Australia) Pty Ltd dan EBC Asset Management Pty Ltd diawasi oleh Australian Securities and Investments Commission (ASIC); sementara EBC Financial (MU) Ltd diatur oleh Financial Services Commission Mauritius (FSC).

Inti dari EBC adalah tim profesional berpengalaman lebih dari 40 tahun di berbagai institusi keuangan global. Mereka telah melewati berbagai siklus ekonomi besar, mulai dari Plaza Accord, krisis franc Swiss 2015, hingga gejolak pasar akibat pandemi COVID-19. EBC menjunjung tinggi nilai integritas, rasa hormat, dan keamanan aset nasabah, dengan keyakinan bahwa setiap hubungan dengan investor harus dijalankan secara serius dan penuh tanggung jawab.

EBC juga merupakan mitra resmi valuta asing FC Barcelona dan aktif membangun kemitraan berdampak untuk memberdayakan komunitas global, termasuk melalui inisiatif United to Beat Malaria dari UN Foundation, Departemen Ekonomi Universitas Oxford, serta berbagai kerja sama strategis di bidang kesehatan global, ekonomi, pendidikan, dan keberlanjutan.

https://www.ebc.com/

Michelle Siow
EBC Financial Group
+60 163376040
email us here
Visit us on social media:
LinkedIn
Instagram
Facebook
YouTube
X
Other

Legal Disclaimer:

EIN Presswire provides this news content "as is" without warranty of any kind. We do not accept any responsibility or liability for the accuracy, content, images, videos, licenses, completeness, legality, or reliability of the information contained in this article. If you have any complaints or copyright issues related to this article, kindly contact the author above.

Share us

on your social networks:
AGPs

Get the latest news on this topic.

SIGN UP FOR FREE TODAY

No Thanks

By signing to this email alert, you
agree to our Terms of Service